RINDU DALAM KECEWA
Detik menit jam telah
berlalu
Hari minggu bulan telah
berganti
Rasa ini tak pernah pudar
untukmu
Aku tak mampu menghapus
dirimu dalam hati
Janji tinggallah janji
Yang tak mampu kau tepati
Pada sebuah kepastian yang
tiada pernah pasti
Semua tiada guna lagi
Kini kau pergi menjauh,
jauh dari diriku
Tiada lagi kudengar suara
merdumu
Tiada lagi kurasa belai
hangatmu
Kau berubah tak seperti
dulu
Kau pergi meninggalkan duka
Ciptakan luka dalam jiwa
Semua telah hilang musnah
Pergi bersama dirimu yang
tak mampu kujamah
Puisi by : RA
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
Ibu, wajah berserimu itu
sekarang kulihat tua.
Tubuh tegarmu itu sekarang
mulai melemah.
Sinar mata yang tajam saat
memarahiku dulu,
kini tak pernah lagi
kulihat.
Ibu, Aku rindu marahmu
Cubit lenganku lagi sampai
berwarna merah
Merahkan juga telingaku
dengan kritik tajammu
Lakukan saja apapun yang kau
mau padaku
Kau injak kepalakupun kan
kuserahkan dengan tersenyum
Ibu, aku bukanlah
siapa-siapa di depanmu.
Yang dulu tak pernah bisa
ke mana-mana,
tanpa meringkuk di
gendonganmu.
Sekarang masih seperti
dulu, Bu.
Aku hanya seonggok daging
kecil,
yang tak pernah bisa
bernafas tanpa kasihmu
Ibu, sudah berapa kali aku
melukaimu?
Pasti sudah hilang kan
catatanmu?
Sedangkan aku masih
memiliki catatan-catatan bodohku,
yang merasa telah kau
kecewakan.
Ibu, Dapat kuhitung dengan
jari tanganku,
berapa kali aku membuatmu
tersenyum,
berapa lembar kain yang
pernah kubeli untukmu
Tak banyak kan?
Tapi kenapa kau tak pernah
meminta?
Ibu, aku takut kau
tinggalkan aku,
karna aku memang tak pernah
siap kau tinggalkan.
Aku sangat membutuhkan
teguranmu
Aku ingin melihatmu setiap
pagi
`
TAK AKAN KU LUPA
Saat koridor-koridor itu mulai terbasahi
Gelap menyelimuti setiap orang berseragam
Kau datang membawakanku pelangi
Saat hujan luka itu masih menari diatas perih
Kau hadirkan senyum terindah
Saat aku tenggelam dalam larutnya kegelapan
Sedikitpun tak akan ku lupa
Saat kau membawaku pada kehidupan
Sedikitpun tak akan ku lupa
Saat senyummu menjadi satu-satunya nafas untukku
Tempat Pembuangan Akhir Cerita Mereka
Maaf…
Aku memang bukan pendengar dan penghayat cerita yang baik
Apalagi memberi penjelasan rumitnya cerita itu
Tapi setidaknya…
Tak lepas statusku menjadi tempat pembuangan akhir cerita itu
Walau lebih sering aku teremehkan
Datang ketika dibutuhkan saja
Tapi tak masalah bagiku
Terima kasih sahabatku
Kalian masih menganggapku ada
Sahabat Sejati
kian lama hidup yang ku jalani
selalu bersama mu sahabat ku
susah sedih senang yang ku rasakan
bersama mu sahabat ku
sahabat
begitu banyak kenangan yang kita lalui
ke bahagian yang selalu kita rasa bersama
namun musnah dengan sekejap
telah di renggut oleh maut yang tak terduga
sahabat
kini kau telah pergi meninggalkan ku
meninggalkan semua kenangan kita
menyimpulkan sebuah air mata
yang terjatuh di pipi ku
sahabat
meski kini kita tak bersama
meski kita telah berbeda kehidupan
namun kita tetap satu dalam hati dan cinta
karena kau sahabat sejati ku
selamat tinggal sahabat ku
selamat jalan sahabat sejati ku
cinta kasih mu kan selalu satu di hati ku
selamanya ………
karya :zhulva
selalu bersama mu sahabat ku
susah sedih senang yang ku rasakan
bersama mu sahabat ku
sahabat
begitu banyak kenangan yang kita lalui
ke bahagian yang selalu kita rasa bersama
namun musnah dengan sekejap
telah di renggut oleh maut yang tak terduga
sahabat
kini kau telah pergi meninggalkan ku
meninggalkan semua kenangan kita
menyimpulkan sebuah air mata
yang terjatuh di pipi ku
sahabat
meski kini kita tak bersama
meski kita telah berbeda kehidupan
namun kita tetap satu dalam hati dan cinta
karena kau sahabat sejati ku
selamat tinggal sahabat ku
selamat jalan sahabat sejati ku
cinta kasih mu kan selalu satu di hati ku
selamanya ………
karya :zhulva
My favorite poem is a poem about the mother because the mother was everything to me, without my mother did not know how. Because heaven is at mother's feet.